Pailit yang dibahas berikut ini adalah dalam konteks Perseroan yang mengalami kepailitan, dan penagihan utang pajak perusahaan pailit dilakukan kepada direksi/pemegang saham selaku penanggung pajak dari perusahaan pailit tersebut.
Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas. Debitor Pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan Putusan Pengadilan Niaga, Pasal 1 angka 1 UU No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU KPKPU)
Selanjutnya, pada Pasal 21 UU KPKPU mengatur bahwa sejak tanggal putusan pernyataan pailit maka Debitor (pihak yang dinyatakan pailit) demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit. Untuk melaksanakan hak dan kewajiban Debitor terhadap pihak lain dilakukan oleh Kurator atau Balai Harta Peninggalan dan diawasi oleh seorang Hakim Pengawas.
Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas. (baca juga : Tugas Kurator)
Tanggung jawab Pemegang saham
Dalam Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) karakteristik pemegang saham diatur pada Pasal 3 ayat (1) UUPT. Ketentuan tentang karakteristik pemegang saham mengatur bahwa pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UUPT menjelaskan bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya dan tidak mencakup harta kekayaan pribadinya.
Pasal 3 ayat (2) UUPT mengatur bahwa tanggung jawab terbatas pemegang saham menjadi tidak berlaku atau sama dengan menjadi tidak terbatas jika terjadi keadaan beberapa tindakan.1
- Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi.
- Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi. Kondisi ini dapat terjadi, karena pemegang saham dapat mengatur dan mengontrol perseroan. Dengan kekuasaan yang dimiliki pemegang saham maka menjadikan perseroan sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan berakibat terjadinya kerugian perseroan.
- Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan. Adanya persekongkolan pemegang saham untuk melakukan perbuatan yang melawan hukum dengan bekerjasama dengan pihak ketiga dan menimbulkan kerugian material perseroan, maka tanggung-jawabnya pemegang saham menjadi tidak terbatas.
- Pemegang saham yang bersangkutan baik, langsung maupun tidak langsung, secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan. Perbuatan ini termasuk kategori menguras atau mencuri harta kekayaannya perseroan. Akibat hukum perbuatan pemegang saham ini, maka jelas tanggung-jawab terbatas pemegang saham menjadikan hapus dengan sendirinya.
Fiduciary duty Direksi
Pasal 97 ayat (2) UUPT menyebutkan bahwa setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Dalam menjalankan tugas fiduciary-nya, seorang direksi harus melakukannya dengan (1) itikad baik (good faith), (2) memenuhi unsur tujuan yang layak (proper of purpose), (3) kebebasan yang penuh tanggung jawab, serta (4) tidak memiliki benturan kepentingan (conflict of duty and interest)
Pasal 104 UU PT mengatur “Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan: a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggungjawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan d. telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan”.
Perusahaan yang dalam keadaan pailit yang mempunyai hutang pajak maka pelunasan hutang tersebut seharusnya dibereskan oleh kurator dengan menggunakan harta perusahaan pailit. Namun bagaimana jika dalam praktik petugas penagihan pajak secara bersamaan melakukan upaya penagihan Pajak kepada direksi/Pemegang saham selaku penanggung pajak perusahaan pailit?
Penanggung Pajak dan Penagihan Pajak
Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang bertanggung jawab atas pembayaran Pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan.
Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.
Jika Direksi telah melaksanakan tugasnya dengan penuh kehati-hatian dan dengan itikad baik serta sebagai pemegang saham tidak melakukan perbuatan yang dapat menggugurkan batasan tanggung jawabnya sebatas modal yang disetor sebagaimana dijelaskan diatas, maka kerugian yang diderita perseroan yang berakibat sampai perseroan pailit tersebut, maka direksi dan/atau pemegang saham tidak dapat dituntut harta pribadinya untuk menutup kerugian tersebut. Sehingga tanggung jawab Pemegang saham hanya terbatas pada modal yang disetor.
Sementara berdasarkan pasal 76 ayat (1) huruf a. PMK 189/2020 penagihan pajak dapat dilakukan kepada direksi/pemegang saham selaku penanggung pajak perusahaan pailit. Aturan PMK tingkatanya dibawah UU PT. dari segi asas hukum lex superior derogate legi inferiori maka kedudukan PMK tersebut mempunyai derajat lebih rendah dalam hierarki peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi
Frasa “dapat” pada pasal 76 ayat (1) huruf a. PMK 189/2020, menurut pendapat penulis mengandung arti yang bersyarat. Artinya dapat dimintakan pertanggung jawaban pribadi direksi/Pemegang saham sebagai penanggung pajak jika Perseroan dikelola dengan itikad tidak baik sebagaimana diuraikan diatas.
Jadi Jika tindakan penagihan pajak dilakukan oleh Jurusita kepada penanggung pajak tersebut diatas dengan kesewenagan tentu dapat membuat penanggung jawab menjerit atau malah dapat menimbulkan perlawanan dari Penanggung Pajak. Perlawanan tersebut dapat berupa gugatan ke lembaga peradilan. Bagaimana menurut anda?
1.catatan kaki : Terbatas dan tidak terbatasnya tanggung-jawab pemegang saham
Baca Juga : Penanggung Pajak