Alat Bukti
Pembuktian dalam sidang di Peradilan Pajak adalah suatu perbuatan membuktikan guna menyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan oleh para pihak yang bersengketa dalam suatu sengketa pajak.
Dalam hukum acara peradilan pajak, alat bukti tersebut diatur dalam pasal 69 UU No. 14 tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak (UU PP) yaitu berupa :
1. Surat atau tulisan
Surat atau tulisan sebagai alat bukti dapat berupa akta autentik, akta dibawah tangan, surat keputusan/ketetapan yang dibuat pejabat berwenang dan surat lain yang ada kaitan dengan perkara yang disengketakan misal Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), kwitansi/faktur, surat penawaran dan lain-lain.
2. Keterarangan Ahli
eterangan ahli, adalah pendapat orang yang diberikan di bawah sumpah dalam persidangan tentang hal yang diketahui menurut pengalaman dan pengetahuannya. Atas permintaan pihak yang bersengketa atau karena jabatannya, Hakim dapat menunjuk seorang atau beberapa ahli. Seorang ahli tidak harus mengetahui fakta atau kejadian dalam sengketa melainkan cukup memberikan keterangan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang diketahui. Keterangan ahli kadang diperlukan untuk menambah keyakinan hakim mengenai suatu persoalan dibidang tertentu, yang memang hanya bisa dijelaskan oleh ahli dibidang bersangkutan. Keterangan Ahli ini juga mepunyai batasan/larangan misalanya seorang ahli yang ada hubungan keluarga sebagaimana diatur pasal 57 UU PP.
3. Keterangan para saksi
Keterangan para saksi sebagai alat bukti apabila keterangan itu berkenaan dengan hal yang dialami, dilihat, atau didengar sendiri oleh saksi, namun UU membatasai pihak tertentu yang tidak boleh didengar sebagai saksi misalnya : keluarga sedarah atau semenda menurut garis keturunan lurus keatas atau kebawah sampai derajat ketiga dari salah satu pihak yang bersengketa, istri atau suami dari pemohon banding atau penggugat meskipun sudah bercerai, anak dibawah usia 17 tahun (Pasal 57)
4. Pengakuan Para Pihak
Pengakuan para pihak, adalah pernyataan atau keterangan yang disampaikan dalam proses persidangan baik yang disampaikan secara tertulis atau lisan baik yang dilakukan oleh pihak yang bersengketa sendiri atau melaui kuasa hukumnya. Pengakuan ini tidak dapat dicabut kecuali jika terbukti bahwa pengakuan tersebut diberikan secara keliru dan alasan yang kuat dan dapat diteria oleh hakim.
5. Pengetahuan hakim.
Pengetahuan hakim adalah hal-hal yang diketahui dan diyakini kebenarannya oleh hakim yang diperoleh dari berbagai sumber. Keyakinan hakim yang didasarkan pada penilaian pembuktian selama persidangan.
Yang unik dalam peradilan pajak adalah pengetahuan hakim merupakan satu alat bukti, jenis alat bukti ini tidak ditemukan pada hukum acara peradilan pidana dan perdata dan karena peradilan pajak merupakan spesialisasi yang berada pada rumpun Peradilan TUN maka, alat bukti pengetahuan hakim ini sama dengan yang ada di UU Peradilan TUN.

Hal yang menjadi pertanyaan untuk dikaji adalah bagaimana pengetahuan hakim sebagai alat bukti dapat imparsial (tidak memihak salah satu pihak bersengketa) mengingat secara psikologis dan historis para hakim tersebut umumnya berasal dari institusi DJP atau DJBC. Pertanyaan lainnya adalah apa yang dimaksud dengan pengetahuan hakim sebagai alat bukti? Dalam UU PP tidak dijelaskan secara spesifik yang dimaksud pengetahuan hakim.
Proses Pembuktian
Proses pembuktian dalam sidang adalah suatu rangkaian proses persidangan yang sebelumnya telah dilalui dengan penyampain surat banding/gugatan oleh Pemohon banding/Penggugat, Surat Uraian Banding/Jawaban dari Terbanding/Tergugat serta surat bantahan dari Pemohon Banding/Penggugat.
Setelah surat menyurat tersebut lengkap diterima sekretariat pengadilan, maka jadwal persidangan pemeriksaan sengketa pajak dimulai dengan sidang perdana yang memeriksa syarat formal pengajuan suatu banding/atau gugatan oleh pemohon banding/penggugat, jika syarat ini terpenuhi maka sidang pemeriksaan sengketa tersebut akan dilanjutkan dengan jadwal pemeriksaan materil sengketa, dan disinilah proses sidang pembukitan tersebut menjadi sentral dari proses pemeriksaan suatu sengketa.
Mengapa proses pembuktian bagian penting dalam hukum acara? karena hakim Pengadilan Pajak akan menilai fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, bukti-bukti yang relevan inilah yang digunakan untuk membuktikan fakta-fakta tersebut yang merupakan alat bukti yang tentunya sesuai dengan kualifikasi sebagai alat bukti yang sah.
Secara dogmatik, sistem/teori pembuktian dalam penjatuhan putusan dikenal dengan : (1) teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim belaka (conviction-in time) yaitu penjatuhan putusan didasarkan pada keyakinan hakim semata, (2) Teori Pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis (Conviction raisonee), yang artinya penjatuhan putusan oleh hakim didasarkan pada suatu keyakinan dengan didukung alasan yang jelas dan masuk akal. (3) Teori pembuktian menurut UU secara positif yaitu pembuktian didasarkan pada alat bukti yang sah ditentukan oleh UU, (4) Teori Pembuktian menurut UU secara negatif (Negatief Wetterlijke Stelsel) pembuktian ini memadukan unsur objektif dan subjektif, alat bukti yang digunakan meskipun sah menurut UU namun, jika menurut keyakinan hakim berbeda maka penjatuhan putusan dapat berbeda.
Sistem pembuktian dalam peradilan pajak menganut prinsip pembuktian bebas, bebas artinya dalam persidangan hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, hakim bebas menentukan beban pembuktian beserta penilaian pembuktian, namun terbatas yang artinya adalah terbatas dengan menggunakan alat bukti sebagaimana yang diatur dalam UU PP sebagaimana yang diuraikan diatas.
Sahnya Pembuktian
Sahnya suatu pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana yang diatur di pasal 76 UU PP. Jadi yang menjadi perhatian oleh para pihak adalah minimal dua alat bukti yang diperlukan untuk kekuatan sahnya suatu pembuktian. Unus tetis Nullus Tetis yang artinya satu alat bukti bukan bukti.
Dalam Peradilan umum patokan yang dapat digunakan agar alat bukti yang diajukan di persidangan mencapai batas minimal pembuktian adalah tidak tergantung pada jumlah alat bukti (factor kuantitas ) namun pada faktor kualitas alat bukti yaitu alat bukti yang memenuhi syarat formil dan materiil, penulis berpendapat bahwa di peradilan pajak juga mempunyai patokan yang sama.
Dalam Persidangan hakim akan menilai kekuatan dan keabsahan alat bukti yang diajukan, menerapkan pengetahuan dan mempertimbangkan asas keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan dalam membuat keputusan yang ideal.
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan hakim hal ini diatur dalam Pasal 78 UU No. 14 tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak (UU PP). Keyakinan hakim yang bagaimana? tentunya keyakinan yang didasarkan penilaian pembuktian serta dari norma-norma yang berlaku.
Daftar Pustaka/Referensi
- UU No. 14 /2002 Tentang Pengadilan Pajak;
- EddyO.S Hiariej, Teori dan Hukum Pembuktian, (Yogyakarta : Erlangga, 2012);
- Ali Imron, M. Iqbal, Hukum Pembuktian, (Banten: UnpamPress, 2019)