Aspek Pajak Angkutan Karyawan

Aspek Pajak Angkutan Karyawan yang akan dibahas berikut ini adalah bagian dari segmen usaha jasa angkutan di darat untuk angkutan orang. Usaha perusahaan angkutan umum untuk angkutan orang dapat terdiri dari 3 segmen, yaitu: angkutan umum dalam trayek, angkutan antar jemput karyawan, dan angkutan pariwisata.

Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.

A. PPN Atas Penyerahan Jasa Angkutan Karyawan

Pembahasan ini mengenai aspek perpajakan pada Jasa Angkutan Karyawan yang merupakan jenis jasa angkutan umum di darat, dan tergolong salah satu jenis jasa yang tidak dikenai PPN. Berdasarkan Pasal 4A ayat (3) huruf j Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

(3) Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:

j. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;

Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), jasa angkutan umum di darat dihapus dari jenis jasa yang tidak dikenai PPN dan jasa angkutan umum di darat merupakan JKP yang diberi fasilitas PPN dibebaskan. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 16B ayat (1a) huruf j angka 7 UU HPP:

(1a) Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak baik untuk sementara waktu maupun selamanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan terbatas untuk tujuan:

j. mendukung tersedianya barang dan jasa tertentu yang bersifat strategis dalam rangka pembangunan nasional. antara lain;


7. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri;

Selanjutnya, ketentuan ini dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai  dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu dari Luar Daerah Pabean, selanjutnya disebut PP 49/2022.

Berdasarkan Pasal 10 huruf h PP 49/2022:

Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatannya dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:

h. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri;

Lebih lanjut Pasal 18 PP 49/2022, Jasa angkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf h meliputi jasa:

a. angkutan umum di darat;

b. angkutan umum di air; dan

c. angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri,

yang atas penyerahannya di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatannya dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

Dalam Pasal 19 ayat (1) PP 49/2022, Jasa angkutan umum di darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a meliputi jasa:

a. angkutan umum di jalan; dan

b. angkutan umum kereta api.

Selanjutnya pengertian jasa angkutan umum di jalan dijelaskan dalam Pasal 19 ayat (2) PP 49/2022 sebagai berikut:

(2) Jasa angkutan umum di jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat lain dengan menggunakan kendaraan angkutan umum di ruang lalu lintas jalan, dengan dipungut bayaran.

Pada Pasal 19 ayat (3) PP 49/2022, disebutkan Jasa angkutan umum di jalan meliputi :

a. angkutan orang dalam trayek;

b. angkutan dengan menggunakan taksi; 

c. angkutan antar jemput,

d. angkutan permukiman;

e. angkutan karyawan; 

f. angkutan sekolah;

g. angkutan orang di kawasan tertentu;

h. angkutan barang umum; dan

i. angkutan barang khusus,

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang angkutan jalan.

Kembali kepada topik bahasan, Bagaimana perlakuan PPN atas jasa angkutan kepada karyawan?

Secara lebih detail, dalam Penjelasan Pasal 19 ayat (3) huruf e PP 49/2022,  menjelaskan “angkutan karyawan, adalah kegiatan pelayanan angkutan karyawan/pekerja dari dan ke lokasi kerja yang disediakan oleh pemberi kerja kepada karyawan atau pekerja.

Contoh:

Perusahaan A memberikan layanan angkutan dari dan ke lokasi pabrik tempat kerja di Kota Bekasi bagi karyawannya yang bertempat tinggal di Kota Bogor. Atas penyerahan jasa angkutan oleh Perusahaan A kepada karyawannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Jika Perusahaan A dalam memberikan layanan angkutan kepada karyawannya menggunakan kendaraan yang disediakan oleh perusahaan angkutan, atas penyediaan kendaraan oleh perusahaan angkutan kepada Perusahaan A dipungut Pajak Pertambahan Nilai.

Dengan demikian, perlakuan PPN atas angkutan karyawan yang mendapat fasilitas PPN dibebaskan atau dipungut tergantung dengan syarat apakah bagaimana kendaraan tersebut disediakan oleh Perusahaan. Jika kendaraan milik perusahaan sendiri maka mendapatkan fasilitas PPN dibebaskan, dan jika kendaraan angkutan disediakan oleh perusahaan angkutan yang menyediakan layanan angkutan karyawan maka jasa yang diberikan oleh perusahaan angkutan umum tersebut menjadi terutang dan dipungut PPN dengan tarif sebesar 11%.

B. PPh Atas Penyerahan Jasa Angkutan Karyawan

Bagi Perusahaan yang melakukan pembayaran atas sewa kendaraan diwajibkan memotong, menyetor, dan melaporkan Pajak Penghasilan. Berdasarkan PPh Pasal 23 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Penyerahan jasa angkutan karyawan merupakan jenis sewa kendaraan yang dikenakan tarif PPh Pasal 23 sebesar 2% (dua persen). Ketentuan ini disebutkan dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 1 UU HPP:

(1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:

c. sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:

1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2);

C. Penutup

Jasa Angkutan Karyawan terutang PPN jika kendaraan yang disediakan oleh perusahaan bagi karyawannya adalah menggunakan kendaraan dari Perusahaan Angkutan.  Perusahaan Angkutan yang menyediakan layanan angkutan karyawan harus memungut PPN atas penyerahan jasa tersebut.  Perusahaan yang membayarkan jasa sewa kendaraan tersebut diwajibkan memotong, menyetor, dan melaporkan PPh Pasal 23.

Leave a Comment




Enter Captcha Here :

Open chat
1
need help?
BNKcare
Can we help you?