Sengketa Pajak: Secondary Adjustment

Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-003819.13/2024/PP/M.IVB Tahun 2025. Tentang secondary adjustment berupa constructive dividen Yang diajukan oleh PT NISSHO INDUSTRY INDONESIA dalam hal ini diwakili oleh kuasa Hukumnya Suwardi Hasan, S.H., S.E., M.Ak., CA  seorang advokat dan Konsultan Pajak dari Kantor Konsultan Pajak Firma Bhakti Nusantara Konsultama, melawan Direktur Jenderal Pajak (Terbanding) dengan  Putusan Akhir: Pengadilan Pajak Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding yang mengakibatkan jumlah pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil.

Objek Sengketa:

Sengketa ini merupakan banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00073/KEB/PJ/WPJ.22/2024 tanggal 23 Februari 2024, mengenai Keberatan Wajib Pajak Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26) Nomor 00003/204/18/457/23 untuk Masa Pajak Desember 2018 dengan Jumlah yang Disengketakan: sebesar Rp 400.917.489 (termasuk pokok pajak sebesar Rp 279.035.001 dan sanksi administratif sebesar Rp 121.882.488). Pemohon Banding berpendapat jumlah yang harus dibayar adalah Rp 0 (Nihil). Nilai sengketa Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh Pasal 26 adalah Rp 1.395.175.004

Pokok Sengketa dan Argumen Para Pihak

Inti Sengketa: Pokok sengketa adalah koreksi Terbanding yang berupa secondary adjustment berupa constructive dividend yang timbul akibat adanya primary adjustment pengujian dokumen Transfer Pricing (PKKU). Koreksi sebesar Rp 1.395.175.004,00 ini diatribusikan ke Pembelian (Harga Pokok Penjualan).

Argumen Terbanding:

  • 1. Terbanding melakukan pengujian kewajaran transaksi hubungan istimewa (Transfer Pricing).
  • 2. Dalam pengujian tersebut, Terbanding menolak 6 dari 10 data perusahaan pembanding eksternal yang diajukan oleh Pemohon Banding karena dianggap tidak sebanding dalam hal Fungsi, Aset, dan Resiko (FAR) atau strategi bisnis.
  • 3. Dengan menggunakan sisa 4 perusahaan pembanding yang dipilih ulang, GPM (Gross Profit Margin) Pemohon Banding sebesar 15,38% berada di luar rentang kewajaran (arm’s length) interkuartil (19,52% hingga 24,93%).
  • 4. Akibat adanya primary adjustment (koreksi kewajaran transaksi), Terbanding mempertahankan koreksi secondary adjustment berupa constructive dividend sebesar Rp 1.395.175.003,00, yang dikenakan PPh Pasal 26 karena lawan transaksi merupakan Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN).

Argumen Pemohon Banding:

  • 1. Pemohon Banding menyatakan koreksi Terbanding tidak konsisten dalam menerapkan pemilihan perusahaan sebanding; jika konsisten, seharusnya ke-10 perusahaan pembanding eksternal ditolak karena kata kunci pencarian “Automotive Parts” dinilai kurang spesifik dan produknya bervariasi (misalnya, produk tested party adalah socket lampu).
  • 2. Pemohon Banding berargumen bahwa seharusnya data pembanding internal digunakan terlebih dahulu, sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf b PER-32/PJ/2011.
  • 3. Data pembanding internal menunjukkan bahwa harga jual produk yang sama yang dijual oleh Induk perusahaan kepada pihak independen adalah sama, bahkan beberapa item dijual lebih murah kepada Pemohon Banding/afiliasi.
  • 4. Dengan demikian, transaksi pembelian dilakukan dengan harga yang wajar (arm’s length), dan asumsi adanya constructive dividend (secondary adjustment) menjadi gugur karena primary adjustment-nya tidak valid.
  • 5. Pemohon Banding juga membantah argumen formal Terbanding mengenai ketidakhadiran direktur saat penandatanganan surat kuasa, dengan melampirkan bukti paspor yang menunjukkan keberadaan direktur di Indonesia pada tanggal yang bersangkutan.

Putusan Pengadilan Pajak

Pertimbangan Formal: Pengadilan Pajak menyatakan bahwa permohonan banding Pemohon Banding telah memenuhi seluruh ketentuan formal pengajuan banding.

Pertimbangan Materiil:

  • 1. Majelis Hakim berpendapat bahwa sengketa ini disebabkan oleh perbedaan dalam pemilihan perusahaan pembanding.
  • 2. Majelis menguatkan dalil Pemohon Banding bahwa transaksi pembelian bahan/bahan setengah jadi dilakukan dengan harga yang wajar (arm’s length) berdasarkan data pembanding internal yang tersedia.
  • 3. Sesuai PER-32/PJ/2011, jika data pembanding internal memenuhi faktor kesebandingan, data pembanding eksternal tidak diperlukan.
  • 4. Oleh karena transaksi sudah wajar, tidak terdapat dasar untuk memberlakukan secondary adjustment. Koreksi Terbanding atas DPP PPh Pasal 26 sebesar Rp 1.395.175.004,00 tidak dapat dipertahankan.

Putusan Akhir: Pengadilan Pajak Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding.dengan Hasil Perhitungan Akhir Pengadilan Pajak :Jumlah Pajak yang masih harus dibayar adalah nol.

Ringkasan dalam Bahasa Inggris

The source text details a formal Indonesian Tax Court decision regarding a tax dispute between PT NISSHO INDUSTRY INDONESIA and the Director General of Taxes concerning the December 2018 tax period. The central conflict revolves around an appeal against a tax assessment based on a Transfer Pricing (TP) primary adjustment, which the Tax Authority subsequently treated as a secondary adjustment in the form of a constructive dividend taxable under PPh Article 26. The Tax Authority justified its position by selecting a limited number of external comparable companies, leading to an estimated tax due of approximately Rp400.9 million. However, the taxpayer argued that the Authority’s selection criteria were flawed and that evidence using internal pricing comparables proved the affiliate transactions were conducted at arm’s length. Based on the evidence presented, the Tax Court agreed with the taxpayer, finding that the imposition of the secondary adjustment lacked a sufficient basis. As a result, the court granted the appeal in its entirety, canceling the outstanding tax liability.

baca juga: https://kkpbnk.com/sengketa-pajak-primary-adjustment/

Leave a Comment




Enter Captcha Here :