Perjanjian Penghindaran Pajak berganda (P3B) atau juga yang dikenal dengan istilah tax treaty merupakan perjanjian bilateral antara kedua negara yang menyepakati membagi hak-hak pemajakan bagi suatu penghasilan yang diperoleh dari suatu usaha cross border.
A. Tahap penerapan P3B
- Identifikasi apakah subjek pajak, objek pajak, negara dan ketentuan pemberlakuan P3B yang hendak diterapkan termasuk dalam ruang lingkup P3B yang bersangkutan, dengan menjawab hal-hal sbb:
- Apakah subjek pajak yang ingin menerapkan suatu P3B termasuk dalam subjek pajak yang dicakup (covered person) dalam P3B yang dimaksud ?
- Apakah objek pajak yang dimaksud termasuk dalam pengertian objek pajak yang dicakup (Taxes covered) dalam P3B yang dimaksud ?
- Apakah negara yang yang dimaksud termasuk dalam pengertian negara yang di cakup?
- Apakah ketentuan dalam P3B yang dimaksud sudah diberlakukan atau masih berlaku ?
- Jika jawaban poin 1 tersebut adalah ya. Maka selanjutnya adalah memastikan definisi penghasilan yang hendak di uji/ dianalisis untuk menentukan penghasilan tersebut termasuk dalam pasal (substantive provision) yang mana?
- Menentukan pasal substantif yang berlaku ini akan membawa pada pada penentuan negara mana yang diberikan hak pemajakan. Dalam P3B hak pemajakan diatur sebagai berikut :
- Hak pemajakan diberikan kepada satu negara. Terminologi yang digunakan adalah “shall be taxable only” biasanya hak pemajakan diberikan kepada negara domisili. Ketika hanya satu negara saja yang diberikan hak pemajakan, maka tidak akan timbul isu pajak berganda;
- Hak pemajakan diberikan juga kepada negara sumber selain negara domisili, terminologi yang digunakan “may be taxed”. Ketika masing-masing negara diberikan hak pemajakan maka akan timbul issue pajak berganda.
- Mengeliminasi atau setidaknya mengurangi dampak pajak berganda seandainya subtantive provision dalam P3B memberikan hak pemajakan kepada masing-masing negara .Untuk itu negara domisili diwajibkan untuk memberi keringanan pajak melalui metode pembebasan (exemption method) atau metode kredit pajak (credit method) yang diatur dalam ketentuan domestiknya.
- Penerapan Mutual Agreement Procedure (MAP) dapat ditempuh jika masih terdapat sengketa atas penerapan tahapan kesatu, kedua, ketiga dan keempat diatas.
B Covered Person
Subjek Pajak dapat berupa orang pribadi (individual), badan (company) yang dapat terdiri dari badan hukum perusahaan dan entitas dalam bentuk apapun yang diperlakukan sebagai badan hukum untuk tujuan pajak, kumpulan orang pribadi dan badan yang merupakan satu kesatuan.
Penentuan selanjutnya adalah apakah subjek pajak tersebut merupakan resindent (subjek pajak dalam negeri) dari negara yang mengadakan perjanjian P3B tersebut. Penentuan resident ini didasarkan pada ketentuan domestik masing-masing negara, oleh karena itu dapat terjadi kondisi dimana satu subjek pajak berstatus dual resident.
C. Tax Covered
Pada umumnya P3B hanya mengatur Pajak Penghasilan. Hanya P3B Indonesia dan Korea selatan yang mengatur mengenai PPN yaitu pada pasal 8 ayat 3 tentang kegiatan pelayaran dan penerbangan bahwa subjek pajak dalam negeri Indonesia yang melakukan pengoperasian kapal atau pesawat udara didalam lalu lintas internasional akan dibebaskan dari Pengenaan PPN di Korea Selatan demikian juga sebaliknya.
D. Teritory / State scope
Penentuan teritori /yuridiksi pemajakan sangat penting untuk menentukan apakah subjek pajak merupakan subjek pajak dalam negeri dari negara yang mengadakan P3B. Teritori dalam konteks ini tidak hanya meliputi apakah subjek pajak merupakan subjek pajak dalam negeri seperti yang didefinisikan dalam P3B yang bersangkutan tapi juga apakah sumber dari penghasilan tersebut berasal dari negara yang memang memenuhi kualifikasi untuk menjadi negara sumber penghasilan (qualifying source). Dalam kasus ini misalanya apakah Hongkong merupakan wilayah RRC berdasarkan rumusan P3B Indonesia dan China? Hongkong merupakan bagian dari China yang mempunyai otonomi khusus dalam ekonomi termasuk membuat perjanjian internasional, termasuk juga membuat P3B nya sendiri. Dengan demikian subjek pajak badan yang didirikan dan bertempat kedudukan di Hongkong tidak berhak untuk menggunakan P3B Indonesia dan China.
E. Penggolongan Jensi Penghasilan
Penentuan jenis penghasilan merupakan hal yang penting karena akan menentukan negara mana yang berhak untuk memajaki penghasilan tersebut.
Pada umumnya penggolongan jenis penghasilan dalam pasal pasal yang disebut distributive rules yaitu sbb :
- Active income
Jenis penghasilan dalam P3B yang termasuk dalam active income yaitu penghasilan dari kegiatan bisnis (business profit), penghasilan dari usaha pelayaran, transportasi darat dan penerbangan, jasa profefis yang dilakukan individu (indenpendent personal services), penghasilan dari hubungan pekerjaan (dependent personel services), penghasilan direktur, penghasilan entertainer dan olahragawan, gaji pegawai negeri dan penghasilan yang diterima oleh pelajar (sutdents)
- Passive incomce
Passive income adalah Penghasilan yang berasal dari investasi dalam bentuk tangible atau intangible properties (termasuk juga dalam bentuk financial investment). Jenis penghasilan dalam P3B yang dikategorikan sebagai passive income adalah penghasilan dari harta tak bergerak (immovable property), dividen, bunga, royalti, interest, capital gain, serta pensiun.
- Other income
Pasal ini mengatur penghasilan selain dari active dan passsive income. Pembagian hak pemajakan berdasar disbributive rules adalah sbb :
- Hak pemajakan diberikan sepenuhnya kepada salah satu negara. Pada umumnya diberikan kepada negara tempat subjek pajak terdaftar sebagai subjek pajak dalam negeri (negara domisili atau residence state)
- Hak pemajakan dibagi antara residence state dan source state.
Pada dasarnya, ketentuan yang terdapat dalam distributive rules dimaksudkan untuk membatasi hak pemajakan negara sumber. P3B yang dikembangkan oleh OECD model cenderung untuk memberikan hak pemajakan sebanyak mungkin kepada negara domisili. Bagi negara berkembang seperti Indonesia tentunya ini merugikan.
Baca juga : Introduction of Tax Treaty