PHK Akibat Perusahaan Pailit

Hak Pekerja yang di PHK karena Perusahaan Pailit, dahulu ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 165 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU 13/2003”) yang saat ini telah dihapus oleh Pasal 81 angka 54 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”). Tidak terlalu banyak berubah, kini aturan PHK karena alasan perusahaan pailit tercantum di Pasal 81 angka 42UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 154A ayat (1) huruf f UU 13/2003

Jika terjadi PHK karena alasan perusahaan pailit menurut Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (“PP 35/2021”), pekerja berhak atas:

  1. uang pesangon sebesar 0,5 kali ketentuan uang pesangon yang berlaku;
  2. uang penghargaan masa kerja (“UPMK”) sebesar 1 kali ketentuan UMPK yang berlaku; dan
  3. uang penggantian hak (“UPH”).

Perhitungan uang pesangon yang dimaksud di atas didasarkan pada masa kerja Pekerja yaitu

Masa KerjaUang Pesangon
< 1 tahun1 bulan upah
1 tahun atau lebih tapi < 2 tahun2 bulan upah
2 tahun atau lebih tapi < 3 tahun3 bulan upah
3 tahun atau lebih tapi < 4 tahun4 bulan upah
4 tahun atau lebih tapi < 5 tahun5 bulan upah
5 tahun atau lebih tapi < 6 tahun6 bulan upah
6 tahun atau lebih tapi < 7 tahun7 bulan upah
7 tahun atau lebih tapi < 8 tahun8 bulan upah
8 tahun atau lebih9 bulan upah

Kemudian, perhitungan UPMK berdasarkan masa kerja adalah:

Masa KerjaUang Penghargaan Masa Kerja
3 tahun atau lebih tapi < 6 tahun2 bulan upah
6 tahun atau lebih tapi < 9 tahun4 bulan upah
9 tahun atau lebih tapi < 12 tahun5 bulan upah
12 tahun atau lebih tapi < 15 tahun6 bulan upah
15 tahun atau lebih tapi < 18 tahun7 bulan upah
18 tahun atau lebih tapi < 21 tahun8 bulan upah
21 tahun atau lebih tapi < 24 tahun9 bulan upah
24 tahun atau lebih10 bulan upah

Prioritas Pembayaran Hak Pekerja/Buruh Ketika Perusahaan Pailit

Patut diperhatikan bahwa Pasal 81 angka 33 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 95 ayat (1) UU 13/2003 berbunyi:

Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, upah dan hak lainnya yang belum diterima oleh pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.

Lebih lanjut, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013 pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai :

pembayaran upah pekerja/buruh yang terhutang didahulukan atas semua jenis kreditur termasuk atas tagihan kreditur separatis, tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, sedangkan pembayaran hak-hak pekerja/buruh lainnya didahulukan atas semua tagihan termasuk tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, kecuali tagihan dari kreditur separatis.

Berdasarkan putusan tersebut, dalam kepailitan, maka pembayaran upah pekerja didahulukan dari tagihan kreditur separatis, tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk pemerintah. Namun untuk pembayaran hak-hak pekerja lainnya, tagihan kreditur separatis didahulukan pembayarannya.

Baca juga : Labor law of Indonesia

Leave a Comment




Enter Captcha Here :

Open chat
1
need help?
BNKcare
Can we help you?