Contoh dalam post kali ini mengambil suatu pertanyaan yang sangat sering ditanyakan oleh masyarakat menyangkut masalah Pajak hibah berupa rumah, namun terdapat kondisi dimana sipemberi dan penerima hibah sama-sama pemegang saham di suatu perusahaan
Harta berupa hibah dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan jika memenuhi syarat berikut ini :
- Penerima hibah adalah : keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil dan
- tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara kedua belah pihak.
ketentuan tersebut diatas diatur dalam dalam UU PPh pasal 4 ayat 3 juncto Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 90 /PMK.03/2020 tentang bantuan atau sumbangan, serta harta hibahan yang dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan (PMK No.90/PMK.030/2020).
Contoh nya :
Tn. Joni adalah pemegang saham 99% PT Rembulan Merona ( PT RM) dan Wati yang adalalah anak kandung Tn. Joni juga pemegang saham 1%. Tn Joni memberikan hibah sebuah rumah milik pribadinya kepada Wati. secara Matrik dapat dilihat susunan kepemilikan saham PT RM sbb :
Pemilik | PT Rembulan Merona (RM) |
Tn. Joni | 99% saham |
Tn Wati (anak kandung Tn Joni) | 1% saham |
dari contoh kasus diatas dapat di analisis sebagai berikut :
Kondisi | Syarat |
1. Penerima hibah adalah keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat | terpenuhi |
2. tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, penguasaan | terpenuhi |
3. hubungan kepemilikan | ? |
Atas transaksi hibah ini apakah ada hubungan kepemilikan sebagaimana yang dimaksudkan oleh syarat pada poin 2 diatas? Pertanyaan ini sangat krusial karena akan menentukan apakah transaksi hibah tersebut merupakan yang dikecualikan sebagai objek Pajak atau sebagai objek pajak. Untuk menjawab ini mari kita lihat pasal 4 ayat 3 PMK No.90/PMK.030/2020.
Hubungan di antara Pihak-Pihak yang bersangkutan berkenaan dengan kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b merupakan hubungan yang terjadi apabila terdapat penyertaan modal secara langsung atau tidak langsung antara Pihak pemberi dan Pihak penerima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Sementara penjelasan Pasal 18 ayat (4) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan berbunyi:
Hubungan istimewa dianggap ada apabila terdapat hubungan kepemilikan yang berupa penyertaan modal sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih secara langsung ataupun tidak langsung
Misalnya, PT A mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT B. Pemilikan saham oleh PT A merupakan penyertaan langsung. Selanjutnya, apabila PT B mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT C, PT A sebagai pemegang saham PT B secara tidak langsung mempunyai penyertaan pada PT C sebesar 25% (dua puluh lima persen). Dalam hal demikian, antara PT A, PT B, dan PT C dianggap terdapat hubungan istimewa. Apabila PT A juga memiliki 25% (dua puluh lima persen) saham PT D, antara PT B, PT C, dan PT D dianggap terdapat hubungan istimewa. Hubungan kepemilikan seperti di atas dapat juga terjadi antara orang pribadi dan badan.
Jadi jelas yang dimaksud dengan hubungan kepemilikan disini adalah antara pihak pemberi dan penerima. sehingga dari contoh kasus diatas disimpulkan tidak ada hubungan kepemilikan karena kepemilikan Wati dibawah 25%. sehingga hibah rumah yang diberikan oleh Tn Joni kepada anaknya Wati merupakan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
Syarat administratif untuk bebas dari PPh maka Tn. Joni harus meminta SKB kepada kantor KPP dimana Tn Joni terdaftar sebelum dilakukan balik nama pada sertifikat atas hibah yang diberikan. untuk mengajukan permohonan SKB harus dilampirkan, KTP, NPWP, Pemberi dan penerima hibah, akte penerima hibah, Kartu keluarga, surat kawin orang tua Pemberi hibah, dan akte hibah.
Baca juga : Pajak hibah, celaka 12