Aspek Pajak Saham Bonus

A. Pendahuluan

Aspek Pajak Saham Bonus merupakan hal yang jarang didiskusikan oleh karenanya menjadi perbincangan menarik bagi kalangan Konsultan Pajak. Saham Bonus, dividen kas, dividen saham merupakan bentuk apresiasi dan strategi menarik minat bagi investor di Pasar modal khususnya, emiten lazim melakukan corporate action berupa pembagian dividen kepada pemegang saham. Bahkan dividen dipersepsikan merupakan “unsur keadilan” bagi investor terhadap apa yang telah diinvestasikan.  

Pembagian dividen dapat berupa dividen kas yaitu bagian laba yang dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk kas, namun dapat juga dibagikan berupa Dividen saham yaitu adalah bagian laba yang dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk Saham.

Topik yang akan dibahas berikut ini adalah tentang saham Bonus yang masih menyangkut mengenai dividen saham. Saham Bonus adalah saham yang dibagikan secara cuma-cuma kepada pemegang saham berdasarkan jumlah saham yang dimiliki.

Ada pemahaman yang harus jelas tentang apakah saham Bonus tersebut merupakan Dividen Saham atau bukan merupakan Dividen Saham dan bagaimana implikasi dalam aspek pajaknya.

Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 27 /POJK.04/2020 Tentang Saham Bonus, pasal 2 dan 3 menyatakan :

Saham Bonus yang merupakan Dividen Saham, berasal dari kapitalisasi Saldo Laba sedangkan Saham Bonus yang bukan merupakan Dividen Saham, berasal dari kapitalisasi: a. Agio Saham; dan/atau b. unsur ekuitas lainnya. Lebih mudah terlihat dalam tabel berikut ini:

Saham BonusPerlakuan
Berasal dari kapitalisasi Saldo labaDividen Saham
Berasal dari Agio Saham dan/atau unsur ekuitas lainnyaBukan merupakan Dividen Saham
  

Bagaimana aspek Pajak untuk Saham bonus? Berikut akan dibahas aspek pajak dari keduanya. UU PPh Pasal 4 ayat (1) huruf g dalam penjelasannya menyatakan :

Dividen merupakan laba yang diperoleh pemegang saham atau polis asuransi. Termasuk dalam pengertian dividen adalah :

  • 1. Pembagian laba baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun;
  • 2. Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor
  • 3. pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham
  • 4. pembagian laba dalam bentuk saham
  • 5. Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran.
  • dst.

B. Aspek Pajak Saham Bonus yang berasal dari kapitalisasi Saldo laba (Dividen Saham)

Saham bonus yang berasal dari laba ditahan (retained earning) adalah merupakan bagian keuntungan sehingga termasuk pengertian dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g dan Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 1) Undang-Undang PPh 1984.

Namun dividen dikecualikan sebagai objek pajak jika dividen berasal dari dalam negeri dan diterima oleh WP Badan. Bagi WP OP dividen menjadi objek pajak, namun menjadi dikecualikan jika diinvestasikan dan memenuhi syarat-syarat tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 55 tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan dibidang Pajak Penghasilan yang merupakan petunjuk pelaksana atas UU tentang Pajak penghasilan sbtdd dengan UU Harmonisasi Perpajakan, aturan tentang dividen diatur di bagian ketiga pasal 9, 10, 11.

Untuk dividen yang dikecualikan sebagai Objek Pajak tersebut, sesuai dengan pasal 37 PMK Nomor 18 tahun 2021 tentang Pelaksanaan UU No.11 tahun 2020 Tentang cipta Kerja dibidang Pajak Penghasilan, PPN, PPnBm serta KUP maka pelaporan untuk WPOP masuk kepada Bagian Penghasilan yang tidak termasuk Objek Pajak. Dalam eForm SPT 1770S tahun 2022 telah disediakan kolom pada bagian angka 6 huruf c yaitu Penghasilan lain yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan.

Sementara bila dividen tersebut tidak diinvestasikan dan tentunya merupakan objek maka pengisian penghasilan dividen di bagian A. Penghasilan yang dikenakan Pajak Final dan/atau bersifat final pada angka 14.

C. Aspek Pajak Saham bonus yang beberasal dari konversi agio saham, dengan kata lain bonus saham yang bukan merupakan Dividen saham.

Direktorat Jenderal Pajak dalam Surat edarannya Nomor SE18/PJ.41/1993 Tentang Perlakuan Pph Atas Saham Bonus Yang Diterima Pemegang Saham Yang Berasal Dari Konversi Agio Saham menyatakan:

Saham bonus yang diterima oleh pemegang saham, yang berasal dari konversi Agio Saham, merupakan tambahan kemampuan ekonomis bagi pemegang saham tersebut karena memperoleh tambahan jumlah saham tanpa melakukan penyetoran, dan oleh karena itu memenuhi ketentuan penghasilan yang menjadi Obyek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPh 1984.

Saham Bonus ex konversi Agio Saham tidak termasuk dalam pengertian dividen sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang PPh 1984, karena bukan merupakan bagian keuntungan yang diterima oleh pemegang saham. Dengan demikian penerimaan saham bonus yang berasal dari konversi Agio Saham tidak termasuk sebagai obyek pemotongan PPh Pasal 23.

Namun SE18/PJ.41/1993 yang menyatakan saham bonus ex konversi agio saham tidak termasuk pengertian dividen sudah tidak relevan lagi. Dalam Penjelasan Pasal 4 (1) huruf g UU PPh yang berlaku sejak tahun 2008 dan sampai saat ini, pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham adalah termasuk dividen.

Diterimanya saham bonus ex konversi Agio Saham tidak mengubah nilai total penyertaan saham/harga total perolehan saham, tetapi menurunkan nilai/harga historis perolehan per unit saham-saham tersebut karena adanya kenaikan jumlah lembar saham tanpa penyetoran. Oleh karena itu apabila saham-saham yang dimaksud (saham bonus konversi agio saham maupun saham semula) dijual, untuk menghitung besarnya keuntungan karena penjualan saham tersebut , maka harga perolehannya dinilai berdasarkan nilai historis yang dihitung dengan cara rata-rata sesuai dengan prinsip yang dianut dalam Pasal 10 ayat (3) Undang-undang PPh 1984

Penghasilan berupa saham bonus tersebut harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh, dengan ketentuan bahwa pengakuan penghasilan atas saham bonus yang berasal dari konversi agio adalah pada saat dijual, karena belum dimasukkan sebagai penghasilan pada saat diterima/ diperoleh.

Contoh :
Wajib Pajak A adalah pemegang saham PT. XYZ, pada tahun 1990 memiliki 5000 lembar saham dengan harga perolehan Rp 3.000,- per lembar saham. Pada tahun 1992 PT. XYZ membagikan saham bonus yang berasal dari konversi Agio Saham dengan perbandingan 1:1 yaitu setiap satu lembar saham memperoleh satu saham bonus. Pada bulan Agustus 1993 Wajib Pajak A menjual 1000 lembar saham dengan harga Rp 5.000,- per lembar saham. Dengan demikian penghasilan yang harus dimasukkan dalam SPT Tahunan PPh tahun 1993 dari keuntungan atas penjualan saham adalah :

Harga perolehan setiap lembar saham : Jumlah lembar sahamHarga Perolehan
5000 lbr yang diperoleh th ’90 @ Rp 30005000 Lembar sahamRp. 15.000.000
5000 lbr yang diperoleh th ’92 @ Rp 0

5000 Lembar sahamRp                  0
Jumlah saham10000 Lembar sahamRp. 15.000.000
   
Harga perolehan rata-rata per-lembar sahamRp 15.000.000/10.000Rp 1.500

Harga Penjualan 1000 lembar Saham @Rp.5000 = 5.000.000 dikurangi harga Perolehan Rp 1.500.000 (1000lbr saham @ 1.500) terdapat keuntungan (capital gain) Rp 3.500.000 yang merupakan objek pajak. Khusus untuk perdagangan di bursa saham maka Pajak atas penjualan saham dikenakan secara final, namun jika saham tidak dijual dibursa saham maka capital gain tersebut akan dikenakan berdasarkan tarif Pasal 17 UU PPh.

D.Simpulan

Dari segi asal/sumbernya saham bonus dikategorikan menjadi dua yaitu sebagai Dividen saham dan bukan dividen saham. Sebagai dividen saham jika saham bonus yang dibagikan berasal dari kapitalisasi Saldo laba. namun jika saham bonus berasal dari Agio Saham dan/atau unsur ekuitas lainnya maka saham bonus tersebut bukan merupakan dividen saham, Pengertian tersebut berdasarkan POJK Nomor 27 /POJK.04/2020 Tentang Saham Bonus. Namun dari perspektif UU PPh. Bonus saham baik yang berasal dari laba ditahan atau kapitalisasi agio adalah sama-sama unsur/bagian dari dividen yang merupakan objek PPh pasal 4 ayat (1) huruf g

Saham bonus yang berasal bukan dari laba ditahan, dengan kata lain berasal dari agio saham dan/atau unsur ekuitas lainnya bukan termasuk pengertian dividen sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang PPh 1984, sehingga tidak terutang PPh Pasal 23 sebagaimana SE Nomor SE18/PJ.41/1993 sudah tidak relevan lagi pengertiannya.

Saham bonus merupakan tambahan kemampuan ekonomis bagi pemegang saham tersebut karena memperoleh tambahan jumlah saham tanpa melakukan penyetoran, dan oleh karena itu memenuhi ketentuan penghasilan yang menjadi Obyek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPh 1984. Pengakuan Penghasilan adalah ketika pada saat saham tersebut dijual.

Baik Saham bonus yang berasal dari saldo laba ditahan (retained earning) maupun saham bonus ex agio saham keduanya termasuk kedalam pengertian dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g dan Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 1) Undang-Undang PPh 1984.

Jika dividen berasal dari dalam negeri dan penerima adalah WP Badan maka dikecualikan sebagai objek pajak, namun jika penerima dividen adalah WP OP maka penghasilan tersebut menjadi objek pajak Kecuali jika diinvesatasikan kembali sesuai dengan ketentuan yang berlaku tersebut diatas.

Ketentuan dividen sebagai objek pajak atau bukan harus merujuk kepada PP nomor 55 tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan dibidang Pajak Penghasilan yang merupakan petunjuk pelaksana atas UU tentang Pajak penghasilan sbtdd dengan UU Harmonisasi Perpajakan, aturan tentang dividen diatur di bagian ketiga pasal 9, 10, 11.

Baca juga : Revaluasi aset tetap

Leave a Comment




Enter Captcha Here :

Open chat
1
need help?
BNKcare
Can we help you?