Pajak pembelian Software

Dalam kesempatan ini penulis akan membahas mengenai pengenaan Pajak pembelian software dan tentu ini sering dikaitkan dengan hak cipta sebagai intangible asset dan yang langsung spontan terpikirkan adalah pembayaran royalti dan merupakan objek PPh Pasal 23/26, apakah selalu demikian?

Aset merupakan sumber daya yang dimiliki oleh entitas yang diharapkan dapat memberikan manfaat di masa depan. Aset tak berwujud (Intangible asset) merupakan aset moneter terindentifikasi tanpa wujud fisik Contoh intangible asset : Copywrite, patent, customer list,  goodwill, Trade mark.

Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun karya cipta  yang dapat didaftarkan perlindungan untuk mendapatkan hak cipta adalah

  1. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (layout) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
  2. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
  3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
  4. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
  5. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
  6. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
  7. Arsitektur;
  8. Peta;
  9. Seni batik;
  10. Fotografi;
  11. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan

Software,  buku, film misalnya merupakan karya cipta yang memiliki perlindungan yang diberikan oleh negara berupa hak cipta (Copywrite) apabila sudah dicatatkan. Yang memiliki dan yang menggunakan karya cipta tersebut tentunya  harus membeli karya cipta  tersebut. Tidak boleh dicopy begitu saja apalagi menggandakan untuk dijual dan/atau dipertontonkan.

Bagi yang hendak menggandakan dan menjual disinilah muncul kewajiban untuk membayar royalti atas hak cipta tersebut. Misal Gramedia  selaku  penerbit dan toko buku ketika hendak menerbitkan dan menggandakan buku untuk dijual di tokonya maka akan membayar royalti atas jumlah buku yang digandakan dan terjual kepada penulis buku berdasarkan suatu perjanjian yang telah dibuat sebelumnya.

Tn. Bokir memiliki toko buku bernama “TB Aneka Pengetahuan” ,  Tn bokir membeli buku dari Gramedia/ atau distributor buku lain sejumlah buku kemudian dijual bebas di toko bukunya. Pertanyaannya apakah Tn Bokir membayar Royalti kepada Gramedia atau distributor buku???  Tentu tidak!! karena ini adalah transaksi jual beli biasa kebetulan saja barangnya yang memiliki hak cipta sehingga dikategorikan intangible asset.

Ilustrasi teresebut diatas adalah contoh terhadap buku yang merupakan karya yang dilindungi oleh hak cipta. masih banyak contoh serupa yang bisa dijadikan ilustrasi misalnya dalam industri theater/bioskop yang membeli master film (tentu mempunyai hak cipta) dari suatu produser film. Dalam perjanjian Jaringan bioskop ini tentu akan membayar royalti atas penggandaan yang dilakukan untuk diputar/ dipertontonkan di bioskop jaringanya. Transaksi sperti ini menimbulkan kewajiban membayar royalti kepada produser film dan atas pembayaran royalti tersebut merupakan objek pemotongan pph 23/26.

Software merupakan suatu karya yang dilindungi oleh hak cipta pun sama seperti hal tersebut diatas.  Misalkan PT Lusiana Jaya (PT LJ)  adalah usaha Dagang menjual software.  PT LJ membeli software dari suatu platform/ portal ecommerce misalnya eBay Dalam transaksi pembelian PT LJ, sama halnya seperti Tn Bokir, membeli barang, dan tidak ada perjanjian untuk  menggandakan dan membayar royalti. Sehingga memang tidak ada objek pemotongan pasal 23/26.

Software yang dibeli tersebut lalu menjual sehingga memang tidak membayar royalti sehingga transaksi yang demikian bukanlah objek  PPh 23 atau 26.

Sehingga kesimpulan yang menyatakan bahwa transaksi perolehan intangible asset selalu mutlak dan pasti ada terkait dengan kewajiban pemotongan PPh pasal 23 atau 26 itu tidaklah demikian, namun harus diidentifikasi dengan jelas transaksi tersebut bagaimana terjadi. Karena meskipun objeknya intangible asset, penerapan pasal bisa berbeda.

Baca juga : PPN atas Jasa Perdagangan

Leave a Comment




Enter Captcha Here :

Open chat
1
need help?
BNKcare
Can we help you?